skip to Main Content
How Not To Take Things Personally

How Not to Take Things Personally

Bagaimana supaya tidak “Baper”

“Taking things personally” adalah sebuah frasa dalam bahasa inggris yang cukup menarik, wordsmile.com menafsirkannya sebagai “interpreting that a remark or action as directed against oneself and be offended by it” atau bila diartikan ke bahasa indonesia, menafsirkan sebuah ucapan atau tindakan ditujukan terhadap pribadinya dan merasa tersinggung karenanya, dalam bahasa yang lebih santai anda mungkin pernah mendengar kata satu ini dalam keseharian anda, “Baper” atau singkatan dari “Bawa Perasaan”, yang mudah-mudahan dapat menggambarkan sebagian makna dari frasa “Taking things personally”.

Sebuah cerita yang sarat makna yang pernah saya dengar dari seorang pembicara, di tahun 2019, Frederik Imbo memutuskan untuk menjadi seorang wasit sepak bola, bukan karena uang, ia hanya dibayar 20 Euro, sekitar 350 ribu Rupiah untuk setiap pertandingan, ia menjadi wasit untuk bisa tetap sehat di usianya yang ke 44 tahun, dan untuk melatih dirinya supaya tidak “Baper”. Memimpin sebuah pertandingan sepakbola dengan menjadi wasit memang sebuah lingkungan paling cocok untuk melatih kemampuan ini, karena apapun yang anda putuskan akan selalu ada salah satu pihak yang merasa dirugikan, seorang wasit dalam pertandingan sepak bola akan hampir selalu menjadi kambing hitam, apapun hasil pertandingannya, dan Frederik mempelajari bagaimana hal ini dapat membantunya untuk tidak “Baper” bahkan dalam kehidupannya sehari-hari.

Bayangkan di suatu hari anda sedang mengendarai mobil atau sepeda motor anda, lampu lalu lintas 20 meter di depan anda baru berubah merah, anda pun melambatkan kendaraan anda, namun tiba tiba anda dikagetkan dengan sebuah kendaraan lain dibelakang anda membunyikan klakson dan melewati anda dengan tergesa-gesa, atau mungkin anda sedang mengendarai dengan perlahan di sisi kiri jalan, karena anda sedang mencari sebuah tempat, dan anda mendapatkan perlakuan yang sama dari pengguna jalan lain, pernahkah terjadi kepada anda? Bagaimana rasanya?

Menurut Frederik salah satu cara agar tidak “Baper” adalah dengan menyadarinya terlebih dahulu, bahwa hal-hal yang memicu kebaperan tersebut sangat mungkin dan dapat terjadi, dan juga dengan menyiapkan 2 strategi saat hal tersebut terjadi.

Sang Ego

Sebelum kita membahas strategi mari kita kenali sebabnya, kita semua pasti pernah mengalami hal ini, apakah sebabnya? Kita melihat atau mendengar perilaku atau perkataan seseorang, dan tiba-tiba kita merasa tersinggung, tidak dihargai, dikhianati, dan perasaan negatif yang disebabkan oleh orang lain, setidaknya itu yang kita percayai, orang lain bertanggung jawab atas apa yang kita rasakan saat itu, orang lain lah yang patut disalahkan, namun benarkah begitu?

Menurut Frederik, jika anda mulai memikirkan hal-hal seperti di atas, ego anda lah sedang menguasai anda. Sederhananya, ego adalah bagian dari identitas yang kita bangun di dalam diri kita. Semua keyakinan yang anda pegang teguh, prinsip, aspek kepribadian, bakat, hingga keterampilan dan/atau kemampuan anda, turut membangun ego. Itu sebabnya ego seringkali dikaitkan dengan rasa percaya diri atau harga diri. Ego kita ingin orang lain menghargai kita, ego tentu tidak mau dikritisi, ego kita ingin diakui bahwa “Saya lah yang paling benar”. Namun mari kita renungkan, apakah ini yang kita benar-benar inginkan? Apakah kita ingin membuktikan bahwa kita lah yang paling benar? Nyatanya apabila hal ini yang kita lakukan, apabila kita mengedepankan ego, kita akan berjuang sepanjang hari mencari cara untuk membuktikan bahwa cara pandang kita lah yang paling benar, dan hal ini akan menguras energi anda.

Faktanya tiap individu di dunia ini memiliki cara pandang unik dalam melihat, memahami, serta menjalani kehidupan, yang akan kami jelaskan secara rinci di artikel lain. Dan bukankah akan lebih mudah bagi kita jika kita tidak “Baper” atau mengedepankan ego dalam setiap hal yang terjadi dalam keseharian kita? Energi yang kita miliki akan dapat kita manfaatkan untuk hal yang lebih bermakna dalam hidup kita. Tentu teori ini lebih mudah dibaca daripada dilakukan, namun dengan memahaminya kita akan dapat melatih pikiran dan emosi kita untuk mendapatkan hidup yang lebih bermakna.

Hidup ini tidak selalu tentang diri kita

Strategi pertama adalah dengan menanamkan bahwa hidup ini tidak selalu tentang kita, kalimat barusan mungkin agak sulit dicerna, karena saat ego mengambil alih pikiran kita, kita yakin bahwa ini adalah tentang diri kita. Namun bagaimana jika kita coba melihat dari sudut pandang orang lain? Kita ambil contoh kasus sebelumnya, anda sedang mengendarai lambat dan mendapat klakson tidak enak dari pengguna jalan lain, bagaimana jika orang lain tersebut sedang mengantar keluarganya ke rumah sakit? Atau mungkin ia harus sampai disuatu tempat dengan cepat atau konsekuensinya adalah hal yang kita tidak dapat bayangkan? Sederhananya mari kita geser fokus kita dari diri sendiri ke sudut pandang orang lain, dengan begitu kita mendapatkan pemahaman, alih-alih kekecewaan tentang perlakuan atau perkataan orang lain ke kita.

Bayangkan anak anda, atau adik anda, atau keluarga anda yang marah kepada anda, karena anda melarangnya bepergian sendiri karena anda khawatir akan keselamatannya, akankah anda “baper” atas perlakuannya ke anda? Tentunya tidak, karena anda memahami bahwa ini bukan tentang anda, ini tentang mereka, cobalah pahami orang lain terlebih dahulu, lalu kita akan lebih mudah mengaplikasikannya dalam keseharian, tentu bukan hal sederhana melakukannya, faktanya otak kita memproduksi begitu banyak pemikiran setiap harinya (self-talk) yang kurang lebih sebanyak 50.000 kali, dan rata-rata hanya 20% saja dari pemikiran-pemikiran tersebut yang positif, jadi membiasakan pikiran kita untuk memikirkan lebih banyak hal positif tentu akan membantu menyehatkan pikiran kita, artikel tentang self-talk akan dijelaskan lebih dalam pada artikel lain.

Ini juga tentang hidup kita

Strategi kedua mungkin terdengar kontradiktif dari strategi pertama, namun bayangkan seseorang yang berusaha menyakiti perasaan anda dan mengatakan “Dasar Jeruk! Warnamu jingga dan dagingmu asam!” apakah hal itu akan menyakiti perasaan anda? Kenapa tidak? Karena anda tahu dan memahami bahwa anda bukanlah jeruk, namun kenapa anda merasa tersakiti saat seseorang mengatakan kepada anda bahwa anda pemalas, egois, atau hal lain yang menyinggung perasaan anda? Karena kita sebagai manusia memiliki keraguan atas diri kita sendiri, dan setiap orang memiliki hal ini, dan kita tahu bahwa ada kebenaran di dalam kata-kata tersebut. Dan strategi kedua mengingatkan anda untuk memberikan diri anda sedikit empati, dan bicarakan apa yang anda rasakan saat orang lain berperilaku atau berkata yang menyakiti anda.

Dengan membuka diri anda, menjadi diri anda sendiri serta menyampaikan apa yang anda rasakan tanpa menyalahkan orang lain, anda meningkatkan kesempatan bagi orang lain untuk memahami anda dan mempertimbangkan kebutuhan anda. Sebagai penutup, memahami gaya orang lain dalam berperilaku dan cara orang lain memandang dunia juga dapat membantu anda dalam meningkatkan kualitas hidup anda dengan menyalurkan energi anda ke hal-hal yang lebih berarti, anda dapat menonton video lengkap Frederik Imbo di Link berikut https://youtu.be/LnJwH_PZXnM dan semoga artikel pendek ini dapat menambah inspirasi dalam meningkatkan kapasitas kita dalam kehidupan yang menantang ini.

Article by : Ferry Fernandy

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Back To Top